Monday, April 14, 2008

Acid... Help Us!

Makhluk kecil di dekat dasar rantai makanan di laut menjalani hidupnya dengan berbahaya. Kini mereka menghadapi ancaman buatan manusia. Bukan, karena global warming. Tetapi akar masalahnya sama.

Seiring meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer, zat itu tidak hanya membantu memanaskan Bumi, tetapi juga larut dalam air laut dan menjadikannya menjadi lebih asam. Bagi hewan bercangkang, hal itu berarti maut.

Lautan pada hakikatnya adalah penampung CO2. Laut menyerap seperempat jumlah CO2 yang di lepaskan ke atmosfer. Saat awal terjadinya revolusi industri di Eropa, pelepasan CO2 ke alam terjadi peningkatan yang signifikan karena pemakaian bahan bakar fosil yang terjadi besar-besaran untuk menghidupkan kenadraan dan mesin-mesin industri. Kini laut telah menyerap kelebihan CO2 sebanyak lebih dari 25 juta ton sehari, dan pengaruhnya sudah mulai terlihat.

Setelah diserap air laut, CO2 bereaksi membentuk asam karbonat (H2CO3) yang mengubah keadaan air yang awalnya basa menjadi asam. Dalam prosesnya, sisa ion karbonat (CO32+) yang terapung semakin sedikit, padahal hewan bercangkang seperti kerang, keong, dan sebagainya membutuhkan ion karbonat untuk membangun cangkang.

Pengguna mineral aragonit (jenis kalsium karbonat yang sangat larut) paling terancam.Ini termasuk keong pteropoda kecil, salah satu makanan ikan yang bernilai komersial, ikan salem. Model komputer memperkirakan, perairan kutub akan menjadi berbahaya bagi pteropoda kecil. Pada tahun 2100, habitat bagi para species bercangkang mungkin akan menyusut (bahkan sudah menyusut) secara drastis. Hal ini pasti bedampak pada seluruh rantai makanan. Ketika pengasaman mencapai ke daerah tropis, "Ini berarti kiamat bagi terumbu karang," kata ahli oseanografi Carnegie Institution, Ken Kaldeira.

Pada masa lalu geologis, lonjakan besar CO2 dan gas-gas rumah kaca pernah terjadi dan mengasamkan samudra, tetapi keseimbangan tercapai kembali saat lautan menyimpan kelebihan CO2 dalam mineral di dasar laut. Kali ini, kepulihan alam mungkin berlangsung lambat. "Emisi kita besar sekali jika dibandingkan dengan lonjakan alami," kata Caldeira. "Kalau emisi berhenti selama 10.000 tahun, proses alami mungkin bisa menangani sebagian besar daintaranya." Kita menghasilkan emisi jauh lebih cepat daripada yang mempu ditangani lautan.

No comments: